Selasa, 27 Maret 2012

Register CPU

Hari senin kemaren pak Arnes dosen sistem informasi teknik informatika universitas bandar lampung, memberikan tugas untk mencari pengertian Register pada CPU,

Sistem Komputer menggunakan hierarki memori. Dimana semakin menuju tingkatan teratas maka memori akan ke suatu wujud dimana lebih cepat, lebih kecil, dan pasti lebih mahal.
Cpu memiliki sekumpulan register dimana tingkatan memorinya berada di atas hirarki memori utama dan cache.
Register merupakan alat penyimpanan kecil yang mempunyai kecepatan akses cukup tinggi, yang digunakan untuk menyimpan data dan instruksi yang sedang diproses, sementara data dan instruksi lainnya yang menunggu giliran untuk diproses masih disimpan di dalam memori utama. Setiap register dapat menyimpan satu bilangan hingga mencapai jumlah maksimum tertentu tergantung pada ukurannya. Register-register dapat dibaca dan ditulis dengan kecepatan tinggi karena berada pada CPU.


Berikut fungsi register :
1. User Visibel Register :
Register ini memungkinkan pemrogram bahasa mesin dan bahasa assembler meminimalkan refrensi main memori dengan cara mengoptimasi penggunaan register
2. Control dan Status Register :
Register ini digunakan oleh unit control untuk mengontrol operasi cpu dan oleh program system operasi untuk mengontrol eksekusi program
Beberapa jenis register adalah:
  • Program Counter (PC), merupakan register yang menunjuk ke instruksi berikutnya yang harus diambil dan dijalankan.
  • Instruction Register (IR), merupakan register yang menyimpan instruksi yang sedang dijalankan.
  • General Purpose Register, merupakan register yang memiliki kegunaaan umum yang berhubungan dengan data yang diproses.
  • Memory Data Register (MDR), merupakan register yang digunakan untuk menampung data atau instruksi hasil pengiriman dari memori utama ke CPU atau menampung data yang akan direkam ke memori utama dari hasil pengolahan oleh CPU.
  • Memory address register (MAR), merupakan register yang digunakan untuk menampung alamat data atau instruksi pada memori utama yang akan diambil atau yang akan diletakkan.
  • Sebagian besar komputer memiliki beberapa register lain, sebagian digunakan untuk tujuan umum, dan sebagian lainnya untuk tujuan khusus
hari rabu tanggal 28 maret 2012 akan saya kumpul...
ukey... buat adek2 tingkat yang mau mengkopinya silahkan....

Kamis, 08 Maret 2012

ANTARA ALI BIN ABI THALIB DAN ALI BIN MA'SHUM (TERONGGOSONGIZED)

Mbah Kyai Ali Ma’shum rahimahullah terlahir dengan kecerdasan istimewa. Pada usia remaja, beliau sudah menjadi amat ahli dalam bahasa dan sastra Arab. Kefashihan beliau sulit dicari tandingannya. Pada usia 18 tahun, sewaktu mondok di Termas, Pacitan, dibawah asuhan Kyai Dimyathi rahimahullah, Kyai Ali diberi hak untuk mengajar di Masjid pondok. Suatu previles yang tidak didapatkan bahkan oleh santri-santri yang jauh lebih senior. Bukan karena Kyai Ali putera seorang kyai besar (Mbah Kyai Ma’shum, Lasem). 

Dari segi nasab, Kyai Ali masih “kalah bobot” dibanding, misalnya, Kyai Abdul Hamid (Pasuruan) yang pada waktu itu juga mondok bareng di Termas. Previles itu diberikan sebagai pengakuan atas ke’aliman Kyai Ali. Di kemudian hari, Kyai Ali Ma’shum pun diakui sebagai kyai ahli Ilmu Tafsir paling otoritatif pada masanya.

Tidak heran jika, sesudah trio pendiri Nahdlatul Ulama (Hadlratusy Syaikh Kyai Hasyim Asy’ari, Kyai Abdul Wahab Hasbullah dan Kyai Bisri Syansuri) “habis” dengan wafatnya Kyai Bisri Syansuri, semua kyai yang hadir dalam Kombes NU 1981 di Kaliurang, Yogyakarta, secara aklamasi menyetujui usul Kyai Achmad Siddiq (Jember) untuk mendaulat Kyai Ali Ma’shum sebagai Rais ‘Aam menggantikan Kyai Bisri Syansuri. Semula Mbah Ali menolak. Tapi semua kyai mendesak beliau bertubi-tubi. Dari pagi hingga malam Gus Mus menunggui di kediaman beliau di Krapyak, dengan tekad tak akan beringsut sebelum beliau menyatakan kesediaan. Dengan berlinangan air mata, Mbah Ali akhirnya menyerah.


“Aku tak mau jabatan”, beliau berkata, “tapi agama melarangku menghindari tanggung jawab…”


Selanjutnya, Kyai Ali Ma’shum pun menjadi patron dari gairah pembaharuan NU. Beliau pelindung utama —kalau bukan satu-satunya— anak-anak muda yang getol dengan pembaharuan, ketika gagasan-gagasan kreatif mereka memanaskan telinga kebanyakan kyai karena dianggap terlampau berani.


Barangkali orang masih ingat, bagaimana Kyai As’ad Syamsul Arifin, Situbondo, suatu ketika merasa tak kuat lagi menenggang “keliaran” Gus Dur sebagai Ketua Umum PBNU sehingga hubungan diantara keduanya tegang luar biasa. Kyai As’ad memanggil Kyai Muhith Muzadi ke Situbondo.


“Tolonglah”, beliau berujar kepada Kyai Muhith, “sampiyan ingatkan Abdurrahman itu… dia sudah kelewatan”.


Kyai Muhith angkat tangan.


“Kok saya to, ‘Yai” jawabnya, “mestinya kan yang sepuh-sepuh seperti panjenengan yang lebih berhak…”


“Wah, saya ’dak biisa… yang bisa itu Kyai Ali Ma’sum!”


Pada kesempatan lain, Kyai As’ad mengundang kyai-kyai berkumpul di Surabaya. Mbah Kyai Ali Ma’shum berhalangan, hanya mengutus Abdurrahman, seorang santri Krapyak asal Pasuruan, membawa surat beliau untuk para kyai yang hadir di Surabaya.


“Kalau rapat kyai-kyai itu sudah selesai, serahkan surat ini kepada Kyai As’ad dan sampaikan bahwa saya minta surat ini dibacakan didepan majlis”. Demikian pesan Mbah Ali.


Rapat itu rupanya membahas Gus Dur dengan segala kembelingannya, sehingga akhirnya kyai-kyai sepakat untuk membuat petisi, menuntut Gus Dur mundur dari jabatan Ketua Umum PBNU.


Abdurrahman Pasuruan patuh, begitu rapat hendak ditutup, ia beranikan diri menyerobot kehadapan Kyai As’ad untuk menyerahkan surat titipan Mbah Ali berikut pesan beliau. Surat yang kemudian benar-benar dibaca didepan majlis itu ternyata berisi pernyataan tegas bahwa Mbah Ali menolak pemberhentian Gus Dur dari jabatannya. Kyai As’ad tak punya pilihan.


“Kalau Kyai Ali Ma’shum ’dak setuju… saya ’dak berani…”


Keputusan rapat pun batal.


Sebagai Rais ‘Aam, walaupun hanya separuh masa bakti (1982 – 1984), Mbah Kyai Ali Ma’shum berhasil mengantarkan NU melewati masa transisi dari NU-politik ke NU-kultural. Perjalanan menuju deklarasi “Kembali ke Khittah NU 1926” pada Muktamar Situbondo (1984) berhutang sepenuhnya pada jasa kepemimpinan beliau. Itu memang bukan perjalanan yang mudah. Di tengah-tengahnya, konflik besar yang mengguncang antara kubu kyai-kyai dan kubu para politisi (Situbondo versus Cipete) harus dilalui dengan segala pahit-getirnya. Sampai-sampai seorang kyai muda berani melontarkan keluhan berbau protes ke hadapan Mbah Ali.


“Selama kepemimpinan tiga Rais ‘Aam sebelumnya, NU adem-ayem, bersatu penuh harmoni”, kata kyai muda itu, “tapi setelah panjengan jadi Rais ‘Aam… kok terjadi perpecahan begini?”.


Mbah Ali tersenyum bijak.


“Bagus sekali kamu bertanya begitu”, ujar beliau, “pertanyaanmu itu persis yang dilontarkan orang kepada Sayyidina ‘Ali”.


Maka Mbah Ali pun meriwayatkan keluhan orang kepada Sayyidina ‘Ali bin Abi Thalib karramallahu wajhah, bahwa pada masa kepemimpinan tiga Khulafa Ar Rasyidin sebelum beliau (Saadaatina Abu Bakar, Umar ibn Al Khatthab dan ‘Utsman ibn ‘Affan radliyallahu ‘anhum) tidak terjadi perpecahan ummat seperti pada masa kekhalifahan Sayyidina ‘Ali.


Bagaimana jawaban Sayyidina ‘Ali?


“Pada masa beliau bertiga itu, yang dipimpin adalah orang-orang macam aku, sedangkan sekarang ini yang kupimpin adalah orang-orang macam kamu!!”

oleh Terong Gosong
sumber : http://toyinkgondrong.blogspot.com/2011/03/antara-ali-bin-abi-thalib-dan-ali-bin.html 

Cara Belajar Bahasa Arab

Bahasa Arab adalah bahasa kaum muslimin. Hingga akhir zaman nanti bahasa ini akan tetap langgeng sebab al-Qur`an dan hadits Rasulullah shalallahu`alahi wa sallam akan terus ada dan eksis hingga saat itu. Maka sudah menjadi kewajiban kita sebagai kaum muslimin untuk mempelajarinya dan berusaha seoptimal mungkin untuk dapat menguasai kemahiran bahasa ini. Bahkan wajib bagi kita untuk mendalaminya sebagai sarana kita untuk memahami kitabullah dan sunnah Rasulullah shalallahu`alaihi wa sallam.





Intern:
1. Niat
Niat merupakan pondasi penting yang harus kita tanyakan kepada diri kita sebelum kita melangkah lebih jauh. Kita sebagai seorang muslim patut dan harus menata kembali niat kita dalam setiap langkah untuk sebuah urusan kita, jangan sampai kita sudah melangkah begitu jauh, mengorbankan seluruh harta, jiwa, raga dan harta, namun sayang beribu sayang semua yang kita keluarkan sia-sia bagai debu berterbangan tiada artinya disebabkan karena niatnya yang kurang pas dan jauh melenceng dari tuntunan syari`at Islam. Sebagai seorang muslim, kita diberikan kemudahan oleh Allah ta`ala agar menjadikan setiap aktivitas kita bernilai ibadah, tentunya dengan niat semata-mata mengharap wajah dan ridha Allah subhanahu wa ta`ala. Kita ingat apa yang dikatakan oleh Sufyan Al-Tsauri rahimahullah:
“ما عالجت شيئا أشد علي من نيتي”
“Tidak ada sesuatu yang lebih sulit bagiku kecuali niatku”1.
Dalam mempelajari bahasa Arab, niat awal kita tentunya hanya untuk mengharap wajah Allah ta`ala. Belajar bahasa Arab bukan untuk riya`, pamer, biar dikatakan syekh Arab, bukan pula untuk tujuan duniawi, menambah sisi materi, atau untuk mengangkat harga diri dan lain sebagainya. Rasulullah shalallahu`alaihi wa sallam bersabda:
« من تعلم علمًا يبتغي به وجه الله – عز وجل – لا يتعلمه إلا ليصيب به عرضًا من الدنيا
لم يجد عرف الجنة يوم القيامة »
“Barang siapa yang belajar suatu ilmu dengan mengharap wajah Allah `azza wa jalla, kemudian dia tidak belajar kecuali hanya untuk mendapatkan secuil dari urusan dunia, maka sedikitpun dia tidak akan mendapatkan bau harumnya surga”2.
Perlu diingat, bahwa ketika kita belajar bahasa Arab, kita tidak hanya belajar bahasa Arab itu semata, namun sambil belajar kita juga berharap dapat meningkatkan kualitas pengetahuan keislaman kita dan pengetahuan umum yang tidak bertentangan dengan syari`at Islam3.
2. Tekad
Sebuah rencana pasti mempunyai tujuan, untuk mencapai tujuan tersebut harus bermodalkan tekad yang kuat dan bersungguh-sungguh, terus berjuang pantang menyerah. Ada sebuah ungkapan Arab yang mengatakan:
فإن العلم لا يُنَال براحة الجسم
“Bahwa Ilmu itu tidak akan pernah didapat dengan bersantai-santai”.
Kita lihat bagaimana kisah Imam Al-Kasa`I, Imam penduduk Kufah dalam ilmu Nahwu. Ketika beliau memulai belajar nahwu, beliau merasa tidak pernah bisa dan hampir putus asa, suatu hari beliau melihat seekor semut merangkak di dinding membawa sepotong makanan, ketika mulai merangkak dia terjatuh, lalu bangun kembali, membawa makanan tadi dan terus merambat ke dinding, dia terus berusaha dan bertekad untuk terus membawa makan tersebut dan berjalan. Imam al-Kasa`I berkata: “Semut ini begitu kuat tekadnya hingga sampai ke tujuan”, maka beliau pun terus berjuang dan akhirnya menjadi Imam dalam ilmu nahwu4.
Dalam sebuah pepatah Arab dikatakan:
من جدّ وجد
“Barang siapa bersungguh-sungguh pasti ia akan mendapatkan”.
Fenomena perjalanan dalam mempelajari bahasa Arab, orang akan terlihat begitu semangat dan menggebu-nggebu diawal-awal belajar, namun setelah dua atau tiga pekan berjalan, akan terjadi seleksi alami, satu persatu berguguran absen tidak bisa ikut belajar bahasa Arab. Maka dari sini perlunya tekad yang bulat dan kesungguhan dalam belajar bahasa Arab untuk mencapai tujuan yang kita cita-citakan.
3. Senang
Kecintaan kapada bahasa Arab menjadi sebuah harga mati sebagai sarana untuk meraih kesuksesan dalam mempelajarinya. Seseorang yang memiliki kecintaan kepada sesuatu atau kepada seseorang pasti dia akan mengelu-elukannya, dan terus berusaha untuk bisa mendapatkannya walaupun harus berkorban, baik waktu, biaya maupun tenaga. Orang yang senang dengan salah satu mata kuliah pasti dia akan rajin masuk kelas walau kadang lagi sakit, merasa rugi kalau ketinggalan, merasa mudah dan cepat memahaminya serta hari-harinya pun tidak terlepas dari pembicaraan isi mata kuliah tersebut.
Lebih-lebih kita sebagai seorang muslim, seharusnya kita harus lebih mencintai dan bangga dengan bahasa Arab dibanding bahasa asing lainnya, sebab bahasa Arab adalah bahasanya umat Islam, bahasa al-Qur`an, bahasa wahyu Allah, bahasa para penduduk surga. Lalu apakah layak kita lebih mencintai bahasa asing selain bahasa Arab?
Coba kita melihat sejenak bagaimana para ulama Islam terdahulu, yang mungkin nama-nama mereka sering kita dengar seperti Sibawaih, al-Zamakhsyari, al-khowarizmi, apakah mereka orang-orang Arab yang tadinya mahir berbahasa Arab? Jawabannya ternyata mereka bukan orang Arab dan awalnya tidak bisa berbahasa Arab. Namun mereka terus belajar karena mereka seorang muslim dan mereka mencintai bahasa Arab.
Al-Khowarizmi pernah mengatakan: “Demi Allah, kefasihanku terhadap bahasa Arab lebih aku cintai dari pada kebanggaanku terhadap bahasa Persia”5.
4. Sabar
فَصَبْرٌ جَمِيلٌ “Sabar itu Indah” begitulah Allah ta`ala menyebutnya dalam surat Yusuf ayat 18. Yang mengenarai begitu pentingnya kedudukan sabar dalam kehidupan kita.
Ketika belajar bahasa Arab, kita perlu mempertebal kesabaran, jangan mudah jenuh, bosan dan menjauhkan rasa malas dari diri kita. Tidak mungkin orang akan membangun rumah langsung dari atapnya, pasti dia akan memulai membangun dari pondasi yang kuat dan kokoh. Dipermulaan belajar bahasa Arab kita akan belajar dari materi-materi dasar terlebih dahulu, kemudian baru masuk ke materi yang lebih tinggi dan begitu seterusnya, kita akan memulainya dari jilid satu, dua dan seterusnya. Dan tidak akan pernah loncat dari satu jilid ke jilid yang lain kecuali dengan berurutan. Dalam kaidah bahasa Arab disebutkan:
من لم يتقن الأصول؛ حرم الوصول
“Barang siapa yang tidak kuat dasar ilmunya, maka dia akan terhalang untuk sampai kepada ilmu yang ia pelajari”6.

Free download Kamus Bahasa Arab
Free download Ebook Nahwu Shorof  

sumber : http://arabicforall.or.id/metode/7-kunci-kiat-sukses-belajar-bahasa-arab-bag-1/

Tujuh pesan Sunan Drajat

Syarifuddin atau yang lebih dikenal dengan sebutan Sunan Drajat adalah seorang putera dari Sunan Ampel, sebagaimana ayahnya, maka puteranya inipun kemudian menjadi seorang penganjur pula dalam agama Islam. beliaupun ikut pula mendirikan kerajaan Islam di Demak dan menjadi penyokongnya yang setia. daerah operasinya diantaranya adalah di Jawa Timur, Sunan Drajat adalah seorang sosiawan Islam.
Berikut adalah Tujuh Pesan dari Sunan Drajat




  1. Memangun resep teyasing Sasomo (kita selalu membuat senang hati orang lain)
  2. Jroning suko kudu eling Ian waspodo (didalam suasana riang kita harus tetap ingat dan waspada)
  3. Laksitaning subroto tan nyipto marang pringgo bayaning lampah (dalam perjalanan untuk mencapai cita – cita luhur kita tidak peduli dengan segala bentuk rintangan)
  4. Meper Hardaning Pancadriya (kita harus selalu menekan gelora nafsu – nafsu)
  5. Heneng – Hening – Henung (dalam keadaan diam kita akan mem­peroleh keheningan dan dalam keadaan hening itulah kita akan mencapai cita – cita luhur).
  6. Mulyo guno Panca Waktu (suatu kebahagiaan lahir bathin hanya bisa kita capai dengan sholat lima waktu)
  7. Menehono teken marang wong kang wuto, Menehono mangan marang wong kang luwe, Menehono busono marang wong kang wudo, Menehono ngiyup marang wongkang kodanan (Ajarkan ilmu pada orang yang tidak tau, Berilah makan kepada orang yang lapar, Berilah baju kepada orang yang tidak punya baju, serta beri perlindungan orang yang menderita)