Tampilkan postingan dengan label Lingkungan hidup. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Lingkungan hidup. Tampilkan semua postingan

Rabu, 21 Agustus 2013

PT PLN membeli listrik dari PLTA Rajamandala

PT PLN membeli listrik dari PLTA Rajamandala
PT PLN (Persero) membeli tenaga listrik dengan kapasitas 47 Mega Watt (MW) dari PT Rajamandala Electric Power (REP) senilai US$8.6616 cent per kWh.

Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (Power Purchase Agreement/PPA) Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Rajamandala dengan masa kontrak selama 30 tahun. Harga jual tenaga listrik PLTA Rajamandala yang disepakati adalah US$8.6616 cent per kWh.

"Perjanjian ini merupakan bagian dari komitmen dan upaya PLN untuk terus meningkatkan kapasitas pasokan listrik, utamanya pasokan listrik pada sistem kelistrikan Jawa-Bali, serta meningkatkan kontribusi energi baru terbarukan dalam pembangkitan," kata Nur di Jakarta, Selasa (20/8/2013).

Nur menjelaskan PLTA Rajamandala merupakan proyek pembangkit listrik swasta tanpa mendapat jaminan pemerintah (Non Government Guarantee). Di Indonesia, proyek pembangkit listrik swasta ini yang pertama kali mendapatkan jaminan dari Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA), yaitu sebuah lembaga dibawah naungan Bank Dunia.

"Hal ini tentunya menunjukkan bahwa PLN telah mendapatkan kepercayaan besar dari dunia internasional sehingga MIGA mau memberikan jaminan atas proyek PLTA Rajamandala. Saat ini perwakilan dari MIGA sedang berada di Indonesia untuk melakukan due diligence project," ujarnya.

Dia menyampaikan,, pengembangan PLTA Rajamandala akan menelan biaya sebesar US$115 juta dan akan didanai oleh Bank dari Jepang dengan skema project financing. Masa konstruksi PLTA Rajamandala diperkirakan selama 33 bulan dan dijadwalkan akan mulai beroperasi secara komersial pada pertengahan 2016.

Skema pembangunan PLTA ini menurut dia dengan skema Full Turnkey dimana kontraktor utama akan bertanggungjawab terhadap seluruh pembangunan Pembangkit dan juga Saluran Transmisi Tegangan Tinggi (Sutet) sepanjang sekitar 8 km. Pembangunan ini tetap memperhatikan peraturan yang berlaku seperti perijinan dan juga Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) dari setiap unsur dalam pembangunan PLTA Rajamandala. Skema pengembangan proyek ini adalah BOOT (Built-Own-Operate-Transfer).

PLTA Rajamandala akan dibangun di Sungai Citarum, desa Cihea Kecamatan Haurwangi Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. PLT ini didesain sebagai PLTA run off river. Pola pengoperasiannya adalah mengikuti pola operasi PLTA Saguling (4x175) MW, dimana akan memanfaatkan air keluaran dari PLTA Saguling guna menghasilkan energi listrik. Energi listrik yang dapat dihasilkan oleh PLTA Rajamandala rata-rata sebesar 181 GWh per tahun dan akan disalurkan ke Sistem Jawa Bali melalui jaringan transmisi 150 kV Cianjur-Cigereleng.

"Pembangunan proyek ini selain padat modal, juga padat karya. diharapkan akan dapat menyerap tenaga kerja lokal yang akan dilakukan mencapai sekitar 1200 orang," ucap Nur. 
Source article: http://ekonomi.inilah.com

Selasa, 09 Juli 2013

SEJARAH SUNGAI CITARUM

SEJARAH SUNGAI CITARUM

Ci Tarum disebut dalam Naskah Bujangga Manik, suatu kisah perjalanan yang kaya dengan nama-nama geografi di Pulau Jawa dari abad ke-15. Kata Citarum berasal dari dua kata yaitu Ci dan Tarum. Ci atau dalam Bahasa Sunda Cai, artinya air. Sedangkan Tarum, merupakan sejenis tanaman yang menghasilkan warna ungu atau nila.

Pada abad ke-5, berawal hanya dari sebuah dusun kecil yang dibangun di tepi sungai Citarum oleh Jaya singhawarman, lambat laun daerah ini berkembang menjadi sebuah kerajaan besar, yaitu Kerajaan Tarumanegara, kerajaan Hindu tertua di Jawa Barat. Dari dahulu hingga sekarang, Citarum memainkan peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia, terutama masyarakat di Jawa Barat.

Dahulu kala, Sungai Citarum menjadi batas wilayah antara dua kerajaan yaitu Kerajaan Galuh dan Kerajaan Sunda (pergantian nama dari Kerajaan Tarumanegara pada tahun 670 Masehi). Fungsi Citarum sebagai batas administrasi ini terulang lagi pada sekitar abad 15, yaitu sebagai batas antara Kesultanan Cirebon dan Kesultanan Banten. Dalam perjalanan sejarah Sunda, Ci Tarum erat kaitannya dengan Kerajaan Taruma, kerajaan yang menurut catatan-catatan Tionghoa dan sejumlah prasasti pernah ada pada abad ke-4 sampai abad ke-7.

Komplek bangunan kuno dari abad ke-4, seperti di Situs Batujaya dan Situs Cibuaya menunjukkan pernah adanya aktivitas permukiman di bagian hilir. Sisa-sisa kebudayaan pra-Hindu dari abad ke-1 Masehi juga ditemukan di bagian hilir sungai ini. Sejak runtuhnya Taruma, Ci Tarum menjadi batas alami Kerajaan Sunda dan Galuh, dua kerajaan kembar pecahan dari Taruma.

Salah satu tiga waduk yang dipunyai Sungai Citarum adalah Waduk Saguling, dimana Saguling adalah waduk dengan posisi teratas. Dua waduk lainnya yaitu waduk Cirata dan waduk Jatiluhur. Waduk Saguling adalah waduk buatan yang terletak di Kabupaten Bandung Barat pada ketinggian 643 m di atas permukaan laut. Lokasinya kurang lebih 1,5 jam dari exit tol Padalarang.

Tidak terlalu susah untuk menuju waduk ini, exit tol Padalarang ambil arah Cianjur. Kurang lebih 8 kilometer kemudian, anda akan ketemu pertigaan Raja Mandala. Kemudian belok kiri, dan selanjutnya tinggal mengikuti penunjuk arah, waduk Saguling terletak 13 kilometer dari pertigaan Rajamandala. Semula, Waduk Saguling direncanakan hanya untuk keperluan menghasilkan tenaga listrik. Pada tahap pertama pembangkit tenaga listrik yang dipasang berkapasitas 700 MW, tetapi bila di kemudian hari ada peningkatan kebutuhanlistrik pembangkit dapat ditingkatkan hingga mencapai 1.400 MW.

Selanjutnya, dengan mempertimbangkan permasalahan lingkungan di daerah itu, Saguling ditata-ulang sebagai bendungan multiguna, termasuk untuk kegunaan pengembangan lain seperti perikanan, agri-akuakultur, pariwisata, dan lain-lain. Sekarang, waduk ini juga digunakan untuk kebutuhan lokal seperti mandi, mencuci, bahkan untuk membuang kotoran. 

Hal ini membuat Waduk Saguling kondisinya lebihmengkhawatirkan ketimbang Waduk Cirata dan Waduk Jatiluhur yang sudah dibangun lebih dahulu. Hal tersebut terjadikarena sebagai pintu pertama Sungai Citarum, di Saguling inilah semua kotoran"disaring" untuk pertama kali sebelum kemudian disaring kembali oleh Waduk Cirata dan terakhir oleh Waduk Jatiluhur.

Daerah di sekitar Waduk Saguling berupa perbukitan, dengan banyak sumber air yang berkontribusi pada waduk. Hal tersebut membuat bentuk Waduk Saguling sangat tidak beraturan dengan banyak teluk. Daerah waduk ini asalnya adalah berupa daerah pertanian. Selain untuk mengairi persawahan penduduk sekitar, waduk ini juga menjadi slaah satu alternatif wisata warga, bahkan di hari-hari libur wisatawan luar kota juga banyak yang datang. Banyak hal yang bisa dilakukan di sekitar Saguling, memancing, naik perahu keliling danau, santai di atas waduk dan permainan air lainnya. Yang pasti berada disekitar waduk cukup sejuk udaranya, cocok sekali untuk wisata keluarga.


Fakta Tentang Citarum
Ci Tarum adalah sungai terpanjang dan terbesar di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Sungai dengan nilai sejarah, ekonomi, dan sosial yang penting ini sejak 2007 menjadi salah satu dari sungai dengan tingkat ketercemaran tertinggi di dunia. Jutaan orang tergantung langsung hidupnya dari sungai ini, sekitar 500 pabrik berdiri di sekitar alirannya, tiga waduk PLTA dibangun di alirannya, dan penggundulan hutan berlangsung pesat di wilayah hulu.

Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum seluas 12.000 km2 meliputi 12 wilayah administrasi 
kabupaten/kota yaitu:
Kab.Bandung, 
Kab.Bandung Barat, Kab.Bekasi, 
Kab.Cianjur, Kab.Indramayu,
Kab.Karawang, Kab Purwakarta, Kab.Subang, Kab.Sumedang
Kota Bandung, Kota Bekasi dan Kota Cimahi.

Pemerintah membuat tiga bendungan dan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di sungai ini di antaranya yaitu: PLTA Saguling, PLTA Cirata, dan PLTA Ir. H. Djuanda atau yang dikenal dengan PLTA Jatiluhur.

Berdasarkan Permen PU No.11A Tahun 2006, wilayah sungai Citarum merupakan wilayah sungai lintas Provinsi (Cidanau-Ciujung-Cidurian-Cisadane-Ciliwung-Citarum merupakan wilayah sungai lintas Provinsi Banten-DKI Jakarta-Jawa Barat) yang kewenangan pengelolaannya berada di Pemerintah Pusat.

Total Area: 12.000 KM persegi 
Populasi di sepanjang sungai: 10 juta (50% urban) 
Populasi yang dilayani: 25 Juta
Tenaga listrik yang dihasilkan: 1400 Mega Watt 
Area Irigasi: 240,000 hektar Sumber Suplai Air 80 % penduduk Jakarta (16 m3/s)

GEOGRAFI
Panjang aliran sungai ini sekitar 300 km. Secara tradisional, hulu Ci Tarum dianggap berawal dari lereng Gunung Wayang, di tenggara Kota Bandung, di wilayah Desa Cibeureum, Kertasari, Bandung. Ada tujuh mata air yang menyatu di suatu danau buatan bernama Situ Cisanti di wilayah Kabupaten Bandung. Namun demikian, berbagai anak sungai dari kabupaten bertetangga juga menyatukan alirannya ke Ci Tarum, seperti Ci Kapundung dan Ci Beet.

Aliran kemudian mengarah ke arah barat, melewati Majalaya dan Dayeuhkolot, lalu berbelok ke arah barat laut dan utara, menjadi perbatasan Kabupaten Cianjur dengan Kabupaten Bandung Barat, melewati Kabupaten Purwakarta, dan terakhir Kabupaten Karawang (batas dengan Kabupaten Bekasi). Sungai ini bermuara di Ujung Karawang.

Berikut ini adalah sebagian dari anak sungai yang mengalir ke Ci Tarum:
Ci Beet                             Ci Haur
Ci Mahi                             Ci Kao
Ci Beureum                       Ci Somang
Ci Widey                           Ci Kundul
Ci Sangkuy                       Ci Balagung
Ci Kapundung                    Ci Sokan
Ci Durian                          Ci Meta
Ci Pamokolan                     Ci Minyak
Ci Tarik                            Ci Lanang
Ci Keruh                           Ci Jere
Ci Rasea
Bersambung..........


Kamis, 04 Juli 2013

Kondisi Industri Pertambangan di Kecamatan Cipatat

Kondisi Industri Pertambangan di Kecamatan Cipatat
Gambaran Umum Industri Pertambangan di Kecamatan Cipatat
Kecamatan Cipatat  adalah sebuah wilayah di Kabupaten Bandung Barat bagian paling barat  yang dialiri oleh Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum dan Cimeta yang  memiliki kekayaan sumberdaya alam tambang yang sangat melimpah. 


Kekayaan sumberdaya alam tersebut menjadi faktor penarik bagi para investor dari dalam dan luar negeri untuk melakukan investasi di sektor pertambangan. Hal ini terlihat dari banyaknya aktivitas industri pertambangan yang tersebar di beberapa kawasan Kecamatan Cipatat. 

Jumlah total perusahaan yang melakukan aktivitas pertambangan di Kecamatan Cipatat sebanyak kurang lebih 2 likuran perusahaan baik yang mengantongi surat izin resmi atau yang kongkalikong dengan oknum, yang tersebar di 4 Desa, yaitu Desa Gunung Masigit, Desa Citatah, Desa Cirawa Mekar dan Desa Cipatat. Adapun jenis bahan tambang yang dikeruk adalah jenis bahan galian golongan C seperti batu, pasir teras, Batu Kapur, Batu Ansedit dan Marmer. tambang ini akan digunakan sebagai bahan bangunan atau membuat pemukiman.  

Dampak Aktivitas Pertambangan
Dampak aktifitas Pertambangan disebabkan oleh adanya benturan antara beberapa  kepentingan yang berbeda, yaitu kepentingan pembangunan/politik, kepetingan pengusaha/ekonomi dan kepentingan masyarakat untuk melestarikan kualitas lingkungan yang lebih baik. 

Kegiatan pertambangan disini, bagi kami sebagai warga Cipatat dianggap sebagai kegiatan yang menimbulkan dampak negative karena hanya warga Cipatatlah yang merasakannya,... maksudnya merasakan tersiksa, iya toh?. Makanya kapan kapan pergi kecipatat tanya kami?, Kalau pergi menemui masyarakat cipatat, datanglah sebagai sosok masyarakat cipatat, jangan menjadi sosok monster yang menakutkan. Ya, ya, kalau lagi musim pilkada baru datang mau minta dukungan, bukannya ngasih duit,joileee...kang! 

Mari lanjutkan;
Setiap kegiatan pembangunan di bidang pertambangan pasti menimbulkan dampak positif maupun dampak negatif. Dampak tersebut adalah:

Dampak positif dari pembangunan di bidang pertambangan adalah:
1. Memberikan nilai tambah secara nyata kepada pertumbuhan ekonomi nasional;
2. Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) ;
3. Menampung tenaga kerja, terutama masyarakat lingkar tambang;
4. Meningkatkan ekonomi masyarakat lingkar tambang;
5. Meningkatkan usaha mikro masyarakat lingkar tambang;
6. Meningkatkan kualitas SDM masyarakat lingkar tambang; dan
7. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat lingkar tambang.

Dampak negatif dari pembangunan di bidang pertambangan adalah:
1. Kehancuran lingkungan hidup;
2. Penderitaan masyarakat adat;
3. Menurunnya kualitas hidup penduduk lokal;
4. Menurunnya permukaan air tanah;
5. Kehancuran ekologi kampung-kampung; dan
6. Terjadi pelanggaran HAM pada kuasa pertambangan

Kondisi Industri Pertambangan di Kecamatan Cipatat
Dampak Aspek Sosio-Ekonomi
Meningkatnya kebutuhan sumberdaya mineral di dunia, telah memicu kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya mineral serta untuk mendapatkan lokasi-lokasi sumberdaya mineral yang baru. Konsekuensi dari meningkatnya eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya mineral seharusnya diikuti dengan usaha-usaha dalam pencegahan terhadap dampak yang ditimbulkan sebagai akibat dari eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya mineral tersebut.

Dampak sosial ekonomi merupakan dampak aktivitas pertambangan pada aspek sosial ekonomi yang dapat bersifat positif dan negatif. Dampak positif akibat aktivitas pertambangan diantaranya adalah terjadinya peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), terciptanya lapangan pekerjaan, dan peningkatan ekonomi bagi masyarakat di sekitar wilayah pertambangan sedangkan dampak negatif dari adanya aktivitas pertambangan adalah terjadinya penurunan pendapatan bagi masyarakat yang bergerak di sektor pertanian, karena menurunnya kualitas lahan karena lahannya digunakan atau tercemari industry pertambangan

Hal ini mengakibatkan hilangnya vegetasi (tanaman), populasi satwa liar dan menurunnya kualitas air. Sementara itu di daerah bagian hilir pasca tambang, rawan terjadinya bencana erosi akibat sedimentasi tanah.

Contoh di beberapa daerah selain Cipatat yang memiliki potensi penambangan pasir, seperti Kabupaten Magelang, Sleman dan Temanggung, aktivitas penambangan mengakibatkan timbulnya tebing-tebing bukit yang rawan longsor akibat penambangan yang tidak memakai sistem standar keamanan yang baik yang akhirnya merugikan masyarakat sekitar.

Dan ini mengakibatkan semakin tingginya tingkat erosi di daerah pertambangan, berkurangnya debit air permukaan atau mata air, menurunnya produktivitas lahan pertanian, dan tingginya lalu lintas kendaraan dump truk di jalan desa yang kemudian membuat rusaknya jalan, serta timbulnya polusi udara dan degradasi lahan. 

Selain itu, juga hilangnya fungsi atas sungai bagi masyarakat, seperti air sungai yang ada disekitar tambang, pada awalnya digunakan warga untuk minum, membersihkan makanan, mandi, mencuci, minum ternak. Sungai tercemar oleh limbah yang berasal dari konsentrator aktivitas limbah dan pembukaan hutan di bagian hulu untuk kepentingan industri. Selain itu, terjadinya kekeringan air sumur milik warga akibat adanya aktivitas pengeboran artesis untuk pemanfaatan industry tambang.Lihat artikel yang ini. ***UMKM Cipatat


Senin, 01 Juli 2013

Kerusakan lingkungan Cipatat oleh galian tambang pasir

Kerusakan lingkungan cipatat oleh galian tambang pasir

Kecamatan Cipatat memiliki potensi tambang yang beraneka ragam seperti bahan tambang golongan C yang terdiri dari batu kapur, batu gunung (andesit), pasir, pasir kuarsa, kerikil, tras, dan marmer. disamping itu, terdapat juga potensi tambang emas, batubara, perak dan timah hitam.potensi bahan galian golongan C terdapat pada wilayah Desa Gunung Masigit, Desa Citatah, Desa Mandala wangi dan Desa Cipatat. sedangkan potensi tambang Batu marmer terdapat di Desa Gunung Masigit, Citatah dan Cirawa mekar.
Potensi pertambangan golongan C di kecamatan Cipatat, memungkinkan dapat meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) karena cipatat terkenal sebagai daerah yang kaya mineral padat bawah tanahnya, namun pengelolaan hasil tambang harusnya bisa dilakukan seoptimal mungkin agar efisien, berwawasan lingkungan, serta berkeadilan dengan dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat, namun bagaimana dengan kondisi di daerah Cipatat saat ini Mas bro?.

Sebuah fenomena yang mungkin belum pernah dilihat banyak orang setelah situs Gua Pawonterancam rusak, sekarang galian pasir tipe C yang berada di kampung margaluyu Desa Citatah Kecamatan Cipatat, galian pasir tersebut berada persis bedampingan dengan jalan kereta api peninggalan kolonaial Belanda jurusan Bandung Cianjur, jalan kereta api itu merupakan situs yang harus dijaga kelestariannya 


Kerusakan lingkungan Cipatat oleh galian tambang pasir

Menghawatirkan….! ,itulah yang terjadi di kawasan Cipatat Kabupaten Bandung Barat, eksploitasi penambangan pasir besar-besaran terjadi disana dan saya katagorikan dalam tahap yang sudah menghawatirkan, dari hasil penelusuran kawasan penambangan pasir, Di kampung margaluyu Desa Citatah Kecamatan Cipatat banyak ditemukan degradasi kawasan yang sebagian besar disebabkan oleh aktivitas penambangan yang dilakukan secara besar-besaran.


Setelah perusahaaan besar bahkan orang berkantong tebal mulai masuk dan membabi buta melakukan eksploitasi, parahnya penambangan dilakukan tidak lagi dengan peralatan sederhana, tetapi dengan menggunakan alat berat sampai menggunakan blasting. Hal inilah yang menyebabkan degradasi kawasan ini berlangsung sangat cepat. ditambah lagi pihak penambang yang tidak melakukan rehabilitasi kawasan sesuai aturan penambang galian C.


UU No 4/Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba).UU ini adalah pengganti/penyempurnaan dari UU No 11/Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan  Pokok Pertambangan yang dianggap tidak lagi sesuai dengan kondisi masa kini. Terutama dengan adanya “UU Desentralisasi /Otonomi Daerah” seperti  UU No 32/Tahun 2004  tentang Pemerintahan Daerah dan UU No  33/Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.


Maka bahaya manipulasi oleh pengusaha dan kerusakan lingkungan harus betul-betul diwaspadai  oleh Pemerintah Daerah. Apalagi  UU 32/Tahun 2009  tentang  Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) akan memberikan sanksi pidana  kepada para pejabat yang memberikan izin kepada pengusaha yang merusak dan mencemarkan  lingkungan.

Kerusakan lingkungan Cipatat oleh galian tambang pasir
Sungguh ironis melihat dampak dan hasil yang sangat tidak sesuai dengan apa yang diterima masyarakat sekitar lokasi penambangan. Dari data yang saya himpun dari awal berdirinya  pemkab Bandung Barat hanya mendapat sedikit saja PAD dari hasil pertambangan salah satu diantaranya berasal dari industri pertambangan di kecamatan Cipatat. 

Padahal hasil tambang dari kecamatan Cipatat itu luar biasa, Itu belum termasuk dari material tambang lainnya, seperti pasir,kerikil dan trass,dijalur tak resmi uang yang jumlahnya diperkirakan mencapai ratusan juta rupiah juga masuk dalam kantong-kantong sejumlah oknum, namun dari penghasilan yang mencapai ratusan juta itu,warga pribumi hanya mendapatkan sedikit saja. Tidak sebanding dengan dampak yang ditimbulkan warga seperti akses jalan rusak parah dan derita sesak nafas akibat polusi debu pasir yang beterbangan di musim kemarau. Euy....! pada kemana nih para pejabat kita?

Pemerintah harusnya segera memberikan tanggapan tentang masalah ini, dengan cara meninjau lokasi, mendata, merevitalisasi dan memberikan keputusan terhadap kegiatan penambang yang sudah sangat membahayakan, dan harus tegas untuk menutup karena tidak sesuai dengan perundangan yang berlaku. Bagaimana ketegasan Bupati Bandung Barat beserta perangkat di bawahnya mengenai hal ini? dan siapa yang harus bertanggung jawab penuh atas kerusakan lingkungan hingga nanti dampak bencana yang dialami warga kawasan daerah Cipatat dan sekitarnya…????. ***UMKM Cipatat