Kamis, 26 Desember 2013

PENGERTIAN PENDIDIKAN KARAKTER

1. Pengertian Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter pada hakikatnya adalah sebuah perjuangan bagi setiap individu untuk menghayati kebebasannya dalam relasi mereka dengan orang lain dan lingkungannya, sehingga ia dpat semkain mengukuhkan dirinya sebagai pribadi yang unik dan khas serta memiliki integritas moral yang dapat dipertanggung jawabkan.
Pengertian pendidikan karakter tersebut selain sejalan dengan pengertian karakter itu sendiri, yakni sebagai cetak biru, format dasar, sidik jari, sesuatu yang khas dan chemistry, juga merupakan struktur antropologi manusia; karena disanalah manusia menghayati kebebasannya dan mengatasi keterbatasan dirinya. Struktur ontropologis ini melihat bahwa karakter  bukan sekadar hasil dari sebuah tindakan, melainkan secara struktur merupakan hasil dan proses. Menurut Doni Koesoema A., (2007: 3) dinamika ini menjadi semacam dialektika terus-menerus dalam diri manusia untuk menghayati kebebasannya dan mengatasi keterbatasannya.

Lebih lanjut pendidikan karakter juga terkait dengan tiga matra pendidikan, yaitu pendidikan individual, pendidikan social dan pendidikan moral. Selanjutnya pendidikan social terkait dengan kemampuan mnusia dalam membangun hubungan dengan manusia dan lembaga lain secara harmonis dan funngsional yang selanjutnya menjadi cermin kebebasannya dalam mengorganisasi dirinya.

Dengan demikian, karakter yang dihasilkan melalui tiga matra pendidikan tersebut merupakan kondisi dinamis dari struktur antropologi individu, yaitu individu yang tidak mau sekedar berhenti atas determinasi kodratnya, melaikan juga sebuah uusaha hidup untuk menjadi semakin integral mengatasi determinasi alam dalam dirinya, dan proses penyempurnaan dirinya secara terus-menerus. Pendidikan karakter dalam arti yang demikian itu, menurut Ahmad Amin, dalam etika (1983:143) adalah pendidikan yang sejak lama telah diperjuangkan oleh para filusuf, ahli pikir, bahkan para Rosul utusan Tuhan. Yaitu pendidikan karakter yang bersifat integral, holistik, dinamis, komprehensif dan terus-menerus hingga terbentuk sosok manusia yang terbina seluruh potensi dirinya, serta memiliki kebebasan dan tanggung jawab untuk mengekspresikan dalam seluruh aspek kehidupan.

Dalam pendidikan agama memberikan sumbangan bagi pendidikan karakter dalam hal menanamkan fondasi yang lebih kokoh, kemertabatan yang paling luhur, kekayaan yang paling tinggi dan sumber kedamaian manusia yang paling dalam. Pendidikan agama berperan amat penting dibandingkan pendidikan moral dan nilai sebagaimana tersebut di atas, dalam hal mempersatukan diri manusia dengan realitas terakhir yang lebih tinggi, yaitu Tuhan Sang Pencipta yang menjadi fondasi kehidupan manusia. Pendidikan agama yang memberikan sumbangan bagi pendidikan karakter tesebut, menurut Nurcholis Madjid, dalam membangun kembali Indonesia, (2004: 39), adalah pendidikan agama yang tidak hanya berhenti pada sebatas simbol-simbol dan pelaksanaan ritualistic. Melaikan pendidikan agama yang mampu mengajak peserta didik untuk mampu menangkap makna hakiki yang ada di baliknya.

Pendidikan karakter yang ditopang oleh pendidikan moral, pendidikan nilai, pendidikan agama, dan pendidikan kewarganegaraan sama-sama membantu siswa untuk tumbuh secara lebih matang dan kaya, baik sebagai individu, maupun sebagai makhluk sosial dalam konteks kehidupan bersama.



2. Pilar-pilar Pendidikan Moral
Berbagai kenyataan dan realitas yang menjadi penghambat bagi terlasananya pendidikan moral, pendidikan nilai pendidikan agama dan pendidikan kewarganegaraan sebagai pilar-pilar pendukung pendidikan karakter tersebut kian hari tampak semakin parah dan lemah.
Realisasi pendidikan karakter tersebut juga harus ditopang oleh tiga pilar utama lembaga pendidikan, yaitu rumah tangga, sekolah dan masyarakat (negara). Pendidikan dirumah tangga dilakukan oleh orang tua dan anggota keluarga terdekat lainnya dengan dasar tanggung jawab moral keagamaan, yakni menganggap bahwa anak sebagai titipan dan amanah Tuhan yang harus dipertanggung jawabkan. Dilihat dari segi kecenderungannya, ada orang tua yang menginginkan anaknya dididik dalam konteks lingkungan yang multicultural, ada pula orang tua yang ingin anaknya dididik dengan pendidikan yang diterimanya dirumah dan ada pula orang tua yang tidak puas dengan pelayanan penddidikan yang diberikan oleh sekolah, sehingga mereka menginginkan sebuah pendidikan alternatif yang selanjutnya dikenal dengan home schooling dan sebagainya.

Bertolak dari berbagai kekurangan yang dimiliki orang tua di rumah, maka pendidikan karakter selanjutnya diserahkan kepada sekolah, dengan pertimbangan selain karena merupakan institusi yang dibangun dengan tugas utamanya mendidik karakter bangsa, juga disekolah terdapat infrastruktur, sarana prasarana, SDM, manajemen, system, dan lainnya yang berkaitan dengan urusan pendidikan. Budaya sekolah yang tidak baik, seperti kultur tidak jujur, menyontek, mengatrol nilai, manipulasi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), bisnis buku pelajaran yang merugikan siswa, tidak disiplin, kurang bertanggung jawab terhadap kebersihan dan kesehatan lingkungan, hingga pelecehan seks masih mewarnai lembaga pendidikan yang bernama sekolah ini. Akibat dari keadaan ini, maka seorang anak yang sebelum masuk sekolah terlihat jujur, taat beribadah, sopan dan santun, namun setelah tamat sekolah malah akhlak dan karakternya semakin merosot.

Selanjutnya karena rumah tangga dan sekolah sebagai pilar-pilar utama bagi pendidikan karakter tersebut sudah kurang efektif lagi, bahkan sudah hancur, maka pemerintah dan masyarakat juga harus bertanggung jawab, otoritas, dana, fasilitas, sumber daya manusia dan system yang dimilikinya, pemerintah memiliki peluang yang lebih besar untuk menyelenggarakan pendidikan karakter  bangsa. Namun demikian, pilar pemerintah ini pun dalam keadaan rapuh dan tidak efektif. Banyaknya pejabat pemerintah mulai dari atas sampai bawah, mulai dari pusat sampai kedaerah yang terlibat dalam tindak korupsi, penyalahgunaan jabatan dan wewenang yang berdampak pada kerusakan lingkungan, serta adanya sejumlah kebijakan yang dinilai tidak berpihak kepada masyarakat kecil, serta pola hidup foya-foya, menyebabkan bagi pendidikan karakter  menjadi amat merosot.

Sumber : Dari Berbagai sumber !!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar